Selasa, 05 Februari 2013

Perkembangan Pesat Ekonomi syariah di Indonesia

Perkembangan Pesat Ekonomi syariah di Indonesia

December 25, 2012 | Author: GEMA REDA RAMADHAN | Filed under: Lomba Desember 2012
Ekonomi syariah berkembang sangat pesat sekali hingga saat ini di Indonesia pangsa pasar yang memang notabennya kepada masyarakat yang beragama muslim dan tentu Indonesia adalah salah satu penduduk muslim terbesar di dunia. Pada awal perkembangan ekonomi syariah di Indonesia di mulai dengan didirikannya bank yang berbasis syariah yaitu bank muamalat berdiri pada tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank Muamalat seendiri diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Setelah tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Setelah memasuki era tahun 2010 tidak hanya bank-bank syariah saja yang mengalami perkembangan ada juga ekonomi syariah yang bergerak di bidang koperasi bahkan sampai kepada pasar modal yang berbasis syariah, tentu perkembangan perekonomian syariah di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat sekali.
Dengan perkembangan yang pesat ekonomi syariah di Indonesia tentu ini akan membawa hal yang positif  bagi perekonomian negara.

Produk-Produk Bank Syariah

Produk-Produk Bank Syariah

December 26, 2012 | Author: DALILA RAHMAWATI ESTER | Filed under: Lomba Desember 2012
Bank syariah kini sudah tidak asing di telinga kita. Lembaga keuangan ini sudah menjamur dimana-mana, bukan hanya di Indonesia dan Negara muslim lainya tapi juga di Negara-negara non muslim lainnya seperti Singapura, Inggris, Denmark, Amerika, dan lain-lain.
Bank syariah dan konvensional sangat berbeda dari segi prinsif maupun produk-produk yang disediakannya. Bank sayriah menganut prinsif bagi hasil dengan nasabahnya.
Dari segi pembagian jenis produk-produk bank syariah sama seperti bank konvensional terbagi menjadi tiga jenis, yaitu penghimpun dana, penyalur dana dan jasa perbankan.
Penghimpun Dana
  1. Wadiah, suatu produk bank syariah dimana nasabah dapat menitipkan dananya ke bank, dan nasabah dapat menarik kembali dananya kapan saja.
  2. Al-Mudarabah, suatu bentuk kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemberi modal dan pihak kedua sebagai pengelola. Keuntungan yang di dapat akan dibagi sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian akan di tanggung oleh pemberi modal selama kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian pengelola, jika kerugian di sebabkan kelalaian dan kecurangan pengelola maka kerugian akan ditanggung oleh pengelola.
  3. Al-Musyarakah, konsep ini seperti partnership dimana terdapat dua pihak atau lebih yang saling mengumpulkan dananya untuk mendirikan suatu usaha. Keuntungan dan kerugian dari usaha akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan.
Penyalur Dana
  1. Bai’ Al-Murabahah, transaksi jual beli di mana bank sebagai pihak penjual memberikan harga berdasarkan harga perolehan ditambah keuntungan yang sudah disepakati dengan nasabah sebagai pihak pembeli. Nasabah dapat mengangsur pembayaran kepada bank.
  2. Bai’ As-Salam, transaksi jual beli dimana pembayaran dilakukan di muka sedangkan barang dagang akan di kirim pada waktu yang disepakati. Setelah barang dikirim bank selaku pembeli dapat menjual kembali.
  3. Bai’ Al-Istishna, Istishan secara bahasa berarti pemesanan. Bank sebagai pemesan memesan barang kepada nasabah sebagai penjual atau pembuat. Secara berangsur bank membayar sesuai prinsif Bai’ Al-Istishna. Setelah barang selesai dibuat bank dapat menjual kembali.
Jasa Perbankan
  1. Kafalah, menurut Bank Indonesia (1999) kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain diamana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
  2. Hawalah, pengalihan piutang dimana jika nasabah memiliki hutang kepada bank dan piutang kepada pihak lain dalam jumlah yang sama, maka nasabah dapat mengalihkan pinjaman dari bank ke pihak lain tersebut.
  3. Rahn, pemberian pinjaman kepada nasabah dimana nasabah memberikan harta benda yang senilai dengan besarnya pinjaman sebagai jaminan. Prinsif ini seperti gadai.
  4. Walakah, adalah prinsif perwakilan. Dimana nasabah memberikan kuasa atas kegiatan perbankan yang tidak dapat ia lakukan, seperti transfer dana, penagihan letter of credir, inkaso, dan lain-lain. Sebagai imbalan bank mendapatkan fee.

Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

December 29, 2012 | Author: ELY PUJI SETIANINGSIH | Filed under: Lomba Desember 2012
Beberapa tahun belakangan ini, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia bisa dikatakan semakin cemerlang. Hal ini dapat dilihat dari semakin menjamurnya bank dan lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah. Sejak awal tahun 2000, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia kian hari kian subur. Ditambah lagi dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi beberapa waktu yang lalu di Amerika Serikat yang berdampak pada perekonomian dunia semakin membuat nama ekonomi syariah semakin melejit. Ekonomi syariah digadang-gadang sebagai sistem ekonomi yang tidak terguncang akibat krisis yang terjadi di dunia. Bahkan ekonomi syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia.
Dalam ajaran islam, ekonomi merupakan salah satu hal yang dibahas dan mempunyai aturan. Semua sistem dan aturan dalam ekonomi syariah ini mengacu pada al-qur’an dan hadist. Inti dari sistem ekonomi syariah adalah perekonomian yang dilakukan berdasarkan dengan prinsip hukum islam dan mengharamkan adanya riba. Maka tak heran ekonomi syariah mulai banyak dilirik oleh masyarakat Indonesia karena sistem perekonomian ini dianggap menguntungkan dan adil bagi berbagai pihak dalam kegiatan ekonomi. Bila dalam sistem ekonomi konvensional pemilik modal yang lebih dominan di untungkan, lainnya halnya dalam sistem ekonomi syariah semua pihak akan sama-sama diuntungkan.
Masyoritas penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah beragama islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia juga turut andil dalam perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sistem ekonomi syariah yang dapat dikatakan transparan, adil, dan stabil menambah daya tarik masyarakat untuk beralih ke sistem ekonomi syariah. Akan tetapi, jumlah penduduk islam yang dominan dan besar tidak menjamin berkembangannya ekonomi syariah yang berkualitas. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman sebagian besar masyarakat tentang ekonomi syariah dan masih kurangnya sumber daya manusia yang profesional dalam bidang ini. Akan tetapi masalah ini dapat disiasati dengan seringnya sosialisasi tentang ekonomi syariah dan dapat juga dijadikan salah satu bidang ilmu di perguruan tinggi agar dapat mencetak tenaga profesional dalam bidang ini.
Implementasi eksistensi ekonomi syariah di Indonesia salah satunya tercermin dari semakin banyaknya bank syariah, pegadaian syariah, KPR syariah, asuransi syariah dan lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah. Dari beberapa lembaga keuangan yang ada, lembaga perbankan merupakan salah satu instrument keuangan syariah yang berkembang paling pesat. Hingga saat ini di Indonesia tercatat ada 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan 149 BPR syariah. Masyarakat mulai melirik bank-bank syariah karena dinilai lebih menguntungkan, selain tidak adanya bunga yang tinggi, bank syariah juga menawarkan prinsip bagi hasil sehingga sama-sama menguntungkan baik untuk pihak bank maupun nasabah.
Akan tetapi, semua elemen dalam ekonomi syariah ini tetap membutuhkan pengawalan dalam sistem dan pelaksanaannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari melencengnya prinsip-prinsip islam dalam kegiatan operasionalnya. Selain itu juga pengawalan sistem ekonomi syariah di Indonesia diperlukan untuk menghindari lembaga-lembaga keuangan yang berkedok syariah. Semakin maju dan berkembangnya sistem ekonomi syariah di Indonesia ini diharapkan dapat meningkatkan serta memberi warna baru dalam perekonomian Indonesia serta menyegarkan perekonomian Indonesia. Perkembangan ekonomi syariah ini diperkirakan masih akan terus berkembang dengan pesat di Indonesia karena tingginya animo masyarakat serta berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh sistem ekonomi syariah.
Sumber: dari berbagai sumber

Sistem Perekonomian Syariah Islam Dalam Era Globalisasi

Sistem Perekonomian Syariah Islam Dalam Era Globalisasi

December 30, 2012 | Author: ZULFINDRA JULIANT | Filed under: Lomba Desember 2012, Lomba November 2012
Ekonomi Islam pernah tidak populer sama sekali. Kepopuleran ekonomi Islam bisa dikatakan masih belum lama. Oleh karena itu, sering muncul pertanyaan, apakah ekonomi Islam adalah baru sama sekali? Jika melihat pada sejarah dan makna yang terkandung dalam ekonomi Islam, ia bukan sistem yang baru. Argumen untuk hal ini antara lain:
1.      Islam sebagai agama samawi yang paling mutakhir adalah agama yang dijamin oleh Allah kesempurnaannya, seperti ditegaskan Allah dalam surat Al-Maidah (5):3. Di sisi lain, Allah SWT juga telah menjamin kelengkapan isi Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia yang beriman dalam menjalankan perannya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firmannya QS Al-An’am (6):38,
?? ????? ?? ?????? ?? ??? ?? ??? ???? ??????
2.      Sejarah mencatat bahwa umat Islam pernah mencapai zaman keemasan, yang tidak dapat disangkal siapapun. Dalam masa itu, sangat banyak kontribusi sarjana muslim yang tetap sangat diakui oleh semua pihak dalam berbagai bidang ilmu sampai saat ini, seperti matematika, astronomi, kimia, fisika, kedokteran, filsafat dan lain sebagainya. Sejarah juga membuktikan, bahwa sulit diterima akal sehat sebuah kemajuan umat dengan begitu banyak kontribusi dalam berbagai lapangan hidup dan bidang keilmuan tanpa didukung lebih awal dari kemajuan di lapangan ekonomi.
3.    Sejarah juga mencatat banyak tokoh ekonom muslim yang hidup dan berjaya di zamannya masing-masing, seperti Tusi, Al-Farabi, Abu Yusuf, Ibnu Taimiyyah, Al-Maqrizi, Syah Waliyullah, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Bahkan yang disebut terakhir (Ibnu Khaldun) diakui oleh David Jean Boulakia sebagai berikut:
“Ibn Khaldun discovered a great number of fundamental economic notions a few centuries before their official births. He discovered the virtues and the necessity of a division of labor before (Adam) Smith and the principle of labor before Ricardo. He elaborated a theory of population before Malthus and insisted on the role of the state in the economy before Keynes. The economist who rediscovered mechanisms that he had already found are too many to be named.” “. . . although Ibn Khaldun is the forerunner of many economist, he is an accident of history and has no consequence on the evolution of economic thought.”
Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu:
1.      Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Mereka mengundang para ekonom dan banker untuk saling bahu membahu mendirikan lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan bukan pada bunga. Yang menonjol dalam pendekatan ini adalah keyakinan yang begitu teguh haramnya bunga bank dan pengajuan alternatif.
Masa ini dimulai kira-kira apada pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade 1950-an dan awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan bank Islam lokal ayang beroperasi bukan pada bunga. Sementara itu di Mesir juga didirikan lembaga keuangan yang beroperasi bukan pada bunga pada awal dasa warsa 1960-an. Lembaga keuangan ini diberi nama Mit Ghomir Local Saving yang berlokasi di delta sungai Nil, Mesir.
Tahapan ini memang masih bersifat prematur dan coba-coba sehingga dampaknya masih sangat terbatas. Meskipun demikian tahapan ini telah membuka pintu lebar bagi perkembangan selanjutnya.
2.      Tahapan kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serika dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Serangkaian konferensi dan seminar internasional tentang ekonomi dan keuangan Islam digelar beberapa kali dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim maupun non-muslim. Konferensi internasional pertama tentang ekonomi Islam digelar di Makkah al-Mukarromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi Internasional yang baru di London pada tahun 1977. Setelah itu digelar dua seminar tentang Ekonomi Moneter dan Fiskal dalam Islam di Makkah pada tahun 1978 dan di Islamabad pada tahun 1981. Kemudian diikuti lagi oleh konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi kerja sama ekonomi yang diadakan di Baden-Baden, Jerman pada tahun 1982 yang kemudian diikuti Konferensi Internasional Kedua tentang Ekonomi Islam di Islamabad pada tahun 1983.
Belasan buku dan monograf telah diterbitkan semenjak konferensi dan seminar ini digelar yang berhasil memberikan gambaran yang lebih terang tentang Ekonomi Islam baik dalam teori maupun praktek. Menurut Khurshid Ahmad, kontribusi yang paling signifikan selain dari hasil-hasil konferensi dan seminar tadi adalah laporan yang dikeluarkan oleh Dewan Ideologi Islam Pakistan tentang penghapusan riba dari ekonomi. Laporan ini tidak saja menjelaskan tentang hukum bunga bank yang telah ditegaskan haram oleh ijma’ para ulama masa kini, tetapi juga memberikan pedoman bagaimana menghapuskan riba dari perekonomian.
Pada tahapan kedua ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal di seluruh dunia Islam anatara lain Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. M. A. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nejatullah Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom muslim yang dididik di Barat tetapi memahami sekali bahwa Islam sebagai way of life yang integral dan komprehensif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa di mata dunia.
3.     Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia. Bank Islam ini merupakan kerjasa sama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Tidak lama kemudian disusul oleh Dubai Islamic Bank. Setelah itu banyak sekali bank-bank Islam bermunculan di mayoritas negara-negara muslim termasuk di Indonesia.
4.    Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1.      Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2.      Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3.      ‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Empat Ciri/Sifat Sistem Islam
1.      Kesatuan (unity)
2.      Keseimbangan (equilibrium)
3.      Kebebasan (free will)
4.      Tanggungjawab (responsibility)
Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Selanjutnya ekonomi berbasis syariah di Indonesia ini mulai menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Pada dasarnya, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah menjadi kewajiban bagi Umat Islam Indonesia untuk menerapkan ekonomi syariah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan masyarakat pada Allah SWT dan Rasulnya. Penerapan hukum syariah bukan hanya terbatas pada bank-bank saja, tapi sudah menjalar ke bisnis asuransi, bisnis multilevel marketing, koperasi bahkan ke pasar modal.
Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apapun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau acuan norma-norma islami. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan landasan hukum yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat, khususnya di bidang ekonomi antara lain:
- Islam dirancang sebagai rahmat untuk seluruh ummat, menjadikan kehidupan lebih sejahtera dan bernilai, tidak miskin dan tidak menderita (Q.S. Al-Anbiya : 107).
- Harta adalah amanat Allah, untuk mendapatkan dan memanfaatkannya harus sesuai dengan ajaran Islam (Q.Q. Al-Anfal : 28).
- Larangan menjalankan usaha yang haram (Q.S.Al-Baqarah : 273-281).
- Larangan merugikan orang lain (Q.S.Asy-Syuara : 183).
- Kesaksian dalam mu’amalah (Q.S.Al-Baqarah : 282-283), dll.
Telah  terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem yang kita anut dan dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya tidak mampu untuk menanggulangi dan mengatasi kondisi yang ada, bahkan terkesan sistem yang ada saat ini dengan tidak adanya nilai-nilai Ilahi yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya “perampok berdasi” yang telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan Islam yang dalam operasionalnya bersendi pada Syari’ah Islam, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa menunjukkan dan memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan khususnya bahwa Bank yang berlandaskan Syari’ah Islam tetap dapat hidup dan berkembang dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.
Dengan bukti di atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim ulama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara pandang yang ada bahwa Sistem Perbankan Syari’ah merupakan alternatif yang cocok untuk ditumbuh kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia dewasa ini. Namun disayangkan perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia terkesan lambat dan kurang dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI Surabaya per Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai 427 sedangkan BPR Syari’ah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya tergolong sehat dan 1 kurang sehat.
Kurang berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan Syari’ah di Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam di Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan:
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Apabila perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma Islam tentunya tidak akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup dan perekonomian ummat seperti yang terjadi saat ini.
Dalam makalah ini penulis lebih memfokuskan pada perkembangan Perbankan Syari’ah sebagai sub unit financial yang merupakan bagian dari sub sistem ekonomi ditinjau dari mitos dan kenyataan yang terjadi dalam prakteknya, serta peranan Perguruan Tinggi sebagai sub sistem pendidikan dalam kaitannya dengan sub sistem ekonomi.